Takkan Berkurang Ilmu Dibagi
Tujuh Perkara Penghambat Pembangunan Rakyat Untuk Kesejahteraan
https://www.youtube.com/channel/UCT4UacoMxb3082YOPH9mQ4A
🎀Kita tidak pernah tertinggal dalam menikmati issu-issu kampanye politik dari berbagai jenis kontestan dalam pemilihan rakyat. Tak terlupakan bahwa kampanye itupun membius kita seakan pemburu jabatan pemerintah itu akan membuktikan besok hari setelah ia terpilih. Namun dari tahun ke tahun, rezim ke rezim dan bahkan era ke era sejarah pembuktian itu tidak pernah kita temui.
Mungkin esok atau lusa mereka berkampanye lagi untuk pilkada serentak dimasa yang akan datang tetapi pembuktian dari ucapan mereka tidak pernah ada pencapaiannya, kemudian soalan ini hanya menjadi olokan dan bahan candaan bagi rakyat secara umum.
Kenapa hal ini terjadi dan terjadi serta terus terjadi dimasa lalu, masa sekarang bahkan dimasa depan.
Ada tujuh hal yang mendorong realita politik ini akan terus berulang, maka suatu bangsa, negara dan daerah sangat sulit merubah nasib rakyatnya untuk mencapai kesejahteraan. Adapun faktor kecenderungan itu dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia rata-rata dimasyarakat itu sendiri.
Pertama, salah mempersepsi tentang peran calon pemimpin
Sebahagian besar masyarakat salah mempersepsikan peran calon pemimpinnya, mereka hanya mampu melihat sosok calon pemimpin dan perannya dengan kacamata kuda. Bahkan masyarakat melihat pemimpin dengan meraba-raba menggunakan perasaan, mereka tidak mampu mengukur prilaku dan kemampuan calon pemimpin.
Kedua, adalah Egoisme sosial atau sikap egoisme rata-rata masyarakat yang memandang bahwa pembangunan itu hanya yang memberi manfaat kepada rakyat langsung atau memberi sumbangan kepada rakyat miskin serta kedermawanan bukan pada kemampuannya seorang pejabat melakukan tugas dan fungsinya untuk memposisikan rakyat sebagai elemen utama dalam perhatian negara.
Ketiga, adalah peran pejabat sebagian besar salah kaprah dalam memposisikan dirinya, seharusnya para pejabat melakukan inovasi untuk memperbaharui pelayanan kepada masyarakat sebagaimana di negeri yang duluan maju. Namun yang terjadi adalah jabatan itu justru dipergunakan untuk jembatan melakukan negosiasi untuk keuntungan dan kedudukan lebih tinggi meski tanpa membangun karya dimata rakyat.
Keempat, adalah pemeliharaan sistem feodalisme yang merupakan budaya peninggalan penjajah bahwa jabatan itu terkesan manjadi alat menekan dan menjajah, kedudukan sosial yang lebih tinggi menjadi alat menjajah bukannya sebagai alat membangun kordinasi dan komunikasi untuk kesetaraan sosial sehingga yang mampu dan pintar berjalan didepan dan yang kurang dari itu berjalan dibelakang.
Kelima, Pemeliharaan sistem Primordialisme sempit yang mewarnai kehidupan rakyat bekas penjajahan Belanda dimana faktor lahir menentukan politik dan ekonomi, misalnya mereka yang sedaerah akan mendapat tempat yang lebih utama tanpa mempertimbangkan keseimbangan kemampuan dan keilmuan orang lain. Hal ini sesungguhnya telah banyak membunuh kreativitas atau perampokan kreatifitas bahkan supir dan tukang sapu rumah pejabat lebih dihargai daripada sarjana.
Keenam, Wawasan sosial yang lemah dimana masyarakat sulit membedakan calon-calon wakil rakyat yang handal yang mampu mrlakukan tugasnya bagi kepentingan rakyat, pada masyarakat seperti ini biasanya berkecenderungan memilih mereka yang populer dibidangnya bukan berkemampuan untuk melakukan tugasnya bagi masyarakat. Realita ini telah memperbanyak kaum demagog dalam dunia politik yang pada dasarnya mereka tidak memiliki kemampuan tetapi karena masyarakat memilihnya sehingga merekalah yang menjadi guru sosial dan membangun karakter sosial maka hasilnya masyarakat menjadi terpuruk yang tidak pernah disadarinya.
Ketujuh, sistem otoriter yang dibungkus dalam balutan demokrasi menjadi sesuatu yang efektif menjadi ajaran masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Masyarakat akan jauh dari pemahaman kepentingan kepemimpinan civil society dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang merupakan ajaran demokrasi yang sesungguhnya baik dalam kepemimpinan negara maupun kepemimpinan daerah. Etika dan kewajaran dalam sistem kepemimpinan sosial sulit diterapkan, apalagi masyarakat dalam realita kesenjangan sosial sebahagian besar masih dalam tahapan perjuangan memenuhi tuntutan kebutuhan dasar sementara sebahagian lain justru dalam kehidupan yang mewah atau pemenuhan kebutuhan tertiernya, kondisi inilah yang telah mereduksi prinsip kesetaraan dalam demokrasi dan masyarakat akan selalu melacurkan demokrasi sebagai konsekuensi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Demikian tujuh hal yang telah menghambat pembangunan rakyat kearah kesejahteraan sebagaimana harapan sebuah negara merdeka.
